Barangkali, pertanyaan paling sulit dijawab ketika akan memulai usaha adalah : bagaimana memulainya. Bila belum memiliki persiapan, pertanyaannya menjadi : apa yang bisa dibisniskan? Bila sudah memiliki angan-angan atau bahkan beberapa persiapan, pertanyaannya menjadi: darimana memulainya? Bila semua telah ada, pertanyaan terakhir mungkin menjadi : kapan memulainya?
Memulai sesuatu selalunya tidak mudah. Dalam ilustrasi yang paling sederhana adalah seperti berikut. Selama beberapa saat, saya sudah mencari informasi tentang gadis yang saya sukai (info tentang potensi, peluang, pesaing). Saya sadar saya ingin segera menikah (kebutuhan, kesadaran, harapan), dan sayapun telah memiliki penghasilan meski belum besar dan stabil (modal, persiapan yang bisa disiapkan). Saya sudah memberitahu orang tua tentang rencana ini dan mereka mendukung (jaringan, networking, backup plan, cadangan modal tambahan). Yang diperlukan sekarang hanyalah : mengetuk pintu dan mengutarakan niat (menepis keraguan, berlaku nekat dan mengambil langkah pertama).
Wanita dilekatkan dengan sifat pemalu, dan untuk urusan ini, bersifat menunggu. Namun sebenarnya laki-laki lebih penakut untuk soal yang satu ini. Setelah serangkaian upaya yang melelahkan untuk memastikan semuanya ok, laki-laki bahkan masih perlu waktu untuk menyatakan niatnya. Mereka yang tak percaya diri akan berputar-putar, gelisah terombang-ambing diantara ya dan tidak. Karena hanya pemalu, sang gadispun hanya bisa menunggu sampai sang pria meminangnya, meski cintanya yang sangat diidamkan sang pria sudah siap diserahkan.
Maka yang terbaik bagi sang pria adalah mengetuk pintu, lalu tanpa terlalu banyak mempertimbangkan ini dan itu, segera mengutarakan niatnya.
Seperti itulah ketika kita memulai usaha. Ketakutan akan hal yang belum tentu terjadi menjadi penghalang untuk memperoleh manfaat yang sudah pasti ada, yang memang sudah disiapkan. Pertanyaan bagaimana-apa-darimana-kapan akan terus menjadi pertanyaan hingga kita memulai langkah pertama.
Tidak ada yang akan langsung berhasil. Dalam banyak kasus, bisnis yang berhasil adalah bisnis yang ketiga atau keempat, yaitu setelah kita bertambah matang. Tapi tanpa langkah pertama, tanpa bisnis pertama, tidak ada langkah kedua, ketiga dan seterusnya.
Keberhasilan sudah disiapkan untuk kita. Maharnya adalah action kita. Kegagalan yang (amat) kita takutkan sangat mungkin terjadi, tapi it is part of the game, Sunatullah. Karena itu dari pada duduk terdiam takut menanggung resiko kegagalan, mengapa tidak kita langsung bergerak dan menghabiskan dulu jatah gagal kita seawal mungkin, untuk kemudian menikmati hasilnya.
Menghabiskan jatah gagal? Apa itu maksudnya? Wuah, untuk yang satu itu rekan saya Denny Rifai di TDA-Batam akan dengan senang hati menjelaskan, ditulisan berikutnya.
Tetap semangat!