Balance ScoreCard (BSC)
Setelah beberapa hari tidak sempat menulis postingan artikel, ijinkan saya sharing tulisan bertemakan BSC. Tulisan ini tidak bermaksud mendahului pak Johny yang akan membahas tema ini. Saya hanya ingin membagi apa yang pernah saya dan tim konsultan kerjakan buat klien kami. Alhamdulillah saya dan tim konsultan Terapi Bisnis Indonesia sejak 2009 hingga 2013 diminta oleh beberapa klien (tepatnya 6 institusi/perusahaan) untuk menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang salah satu toolsnya mengunakan pendekatan Balance ScoreCard (BSC). Klien kami beragam dari mulai lembaga keuangan, kementrian dan kuliner. Yang paling terdekat adalah ketika kami diminta untuk menyusun Renstra lembaga keuangan dan Kementrian Kominfo (Kemkominfo) tahun 2014 dalam rangka tata kelola pemerintahan atau reformasi birokrasi. Dalam tulisan ini saya tidak akan banyak membahas tahapan menyusun BSC (Karena ini jatahnya pak Johny he he he). Tapi tulisan ini lebih banyak menyoroti berbagai perusahaan yang berhasil menggunakan BSC dalam konteks Performance Management System (PMS).
BSC adalah salah satu tools dari PMS yang berguna untuk menyeimbangkan berbagai aspek fungsional dalam perusahaan. Logika yang digunakan dalam BSC adalah bahwa untuk mengukur kinerja perusahaan tidak hanya dilihat dari satu aspek saja yakni aspek finansial, melainkan aspek lain seperti Human Resources (HR), Operasional, production, IT maupun Marketing. Berarti untuk melihat performa perusahaan bagus atau tidaknya harus diukur dengan beberapa perspektif atau sudut pandang. Dalam literatur disebutkan terdiri dari empat perspektif. Yaitu Pertumbuhan dan pembelajaran (Learning & Growth), Proses bisnis internal (Business Process Internal, pelanggan (Customer) dan Keuangan (Financial).
Sasaran strategis perspektif keuangan dibedakan pada masing2 tahap dalam siklus bisnis yaitu, Growth (tumbuh berkembang), Sustain (bertahan), Harvest (panen).
Sasaran strategis perspektif pelanggan biasanya berupa pangsa pasar, tingkat perolehan para pelanggan baru, kemampuan mempertahankan para pelanggan lama, tingkat kepuasan pelanggan
Sasaran strategis perspektif Proses bisnis internal mempunyai nilai-nilai yang diinginkan konsumen dan dapat memberikan pengembalian yang diharapkan oleh para pemegang saham yang meliputi inovasi, proses operasi, dan proses penyampaian produk atau jasa pelanggan
Sasaran strategis perspektif pertumbuhan dan pembelajaran biasanya terdiri dari kepuasan karyawan, kompetensi karyawan dan sistem organisasi dan kemampuan sistem informasi
Salah satu pertanyaan penting adalah mengapa kita perlu menggunakan BSC? Untuk menjawab pertanyaan ini, maka kita bisa melihat berbagai bukti keberhasilan tools ini. Tiga perusahaan ini sebagai contoh penggunaan BSC yang menghasilkan kinerja bagus sekali yaitu Adira Finance, Garuda Indonesia dan Telkom
Ketika tahun 2010 kami menyusun BSC, yang kami lakukan pertama kali adalah merumuskan rencana strategis. Pendekatan yang kami gunakan adalah framework rencana strategis dengan metode deduktif untuk meramu strategi yang sesuai dengan kondisi klien. Berturut-turut kami lakukan dari analisis eksternal sampai dengan analisis internal. Analisis eksternal menghasilkan peluang dan ancaman dan analisis internal menghasilkan kekuatan dan kelemahan. Sementara analisis industri menghasilkan faktor kunci sukses (suatu saat akan saya bahas). Dari kedua analisis (eksternal dan internal), menghasilkan formulasi strategi.
Dalam formulasi inilah kami merumuskan Tows Analysis (kadang-kadang kami tambahkan GSM Matrix) yang kontennya kami jadikan tools dalam Peta Strategi BSC. Contoh peta strategi adalah sebagai berikut:
Dari Peta strategi tersebut barulah kami jadikan rumusan menyusun Key Performance Indicator (KPI) Perusahaan. KPI inilah yang akan jadi ukuran kinerja perusahaan apakah berhasil meraih target atau tidak. (soal KPI ini suatu saat saya akan bahas).Alhamdulillah rata-rata klien kami yang menggunakan BSC sebagai performance Management system bisa tumbuh minimal 2 kali lipat atau lebih. Keren khan hasilnya??
Tapi harap diingat BSC ini lebih banyak digunakan untuk organisasi yang secara sistem manajemen sudah cukup mapan dan terorganisir. Sebab bila belum memiliki standar sistem manajemen, maka penyusunannya akan sangat sulit, dan jika dipaksakan akan berdampak tidak efektif. Just remember bahwa yang namanya sistem itu adalah Input, Proses dan Output. Salah input meskipun benar prosesnya tetap outputnya akan salah. Ada yang bertanya apakah BSC bisa gagal? Berdasarkan pengalaman saya, Jawabanya, tentu sangat bisa. Kenapa bisa gagal? Pertama proses disain yang salah atau keliru. Kedua, Implemntasi dan evaluasi yang tidak konsisten. Ketiga, Kepemimpinan tidak berjalan.Jadi kalau ingin buat BSC saran saya segera standarisai sistem manajemen yang paling dasar, agar lebih efektif. Selamat mencoba
Disadur dari Telegram Learniing and Grow
By: Eko Supriyatno, MTBCEO Terapi Bisnis Indonesia
1